Hubungan Mental Dengan Keimanan Dan Agama (Dianetic)



Ada sebuah pemikiran apakah keimanan itu menyangkut aspek jiwa atau tubuh atau keduanya. Apakah seseorang yang memiliki kecerdasan religi berasal dari pikiran (tubuh) atau jiwa (ruh) atau keduanya. Ada sebuah pemisalan :
  1. A adalah orang yang pandai di bidang agama
  2. B adalah orang yang pandai di bidang fisika
Jika sekiranya ruh si A berpindah ke ruh si B, apakah si B akan menjadi ahli di bidang agama dan sebaliknya si A akan menjadi orang yang pandai Fisika?. 

ATAU 

Jika sekiranya ruh si A berpindah ke ruh si B, apakah si B akan tetap menjadi ahli di bidang Fisika dan sebaliknya si A juga tetap menjadi ahli di bidang agama? 

Untuk membahas hal diatas ada sebuah keilmuan yang dinamakan Dianetics. Dianetics merupakan seperangkat ide dan praktek terhadap hubungan metafisis antara pikiran dan tubuh. Dianetic diperkenalkan oleh ilmuwan L. Ron Hubbard yang dipraktekkan oleh para ilmuwan. Dianetic berasal dari bahasa Yunani “Dia (melalui) dan “Nous (pikiran).

Dianetics mengeksplorasi keberadaan dari pikiran menjadi 3 bagian :
  1. Anaytical Mind (Kesadaran)
  2. Reactive Mind (Bawah Sadar)
  3. Somatic Mind
Tujuan Dianetic yaitu menggerakkan “Reactive Mind” dimana para ilmuwan percaya hal itu dapat membantu manusia supaya lebih beretika, lebih punya kesadaran dan kebahagiaan. Karena di bagian “Reactive Mind” inilah pengalaman tentang “shock, trauma dan pengalaman menyakitkan lainnya” berada. Tempat ini disebut “Engram”. Dan Dianetic ditujukan untuk menghilangkan “Engram” menjadi “Clear”. Seorang Clear adalah seseorang yang diajar untuk tidak lama menyimpan “Reactive Mind” miliknya. Untuk mencapainya Dianetic mempunyai prosedur yang disebut “AUDITING”.


Auditing merupakan sebuah proses dimana sebuah pertanyaan berseri ditanyakan oleh ilmuan auditor, dalam usaha untuk menghilangkan pihak yang diinterogasi dari pengalaman menyakitkan di masa lalu, dimana para ilmuwan percaya bahwa pengalaman itu merupakan penyebab dari “Reactive Mind”. 

Dianetics mengklaim bahwa banyaknya “Engram” merupakan penyebab masalah fisik dan jiwa. Dalam bukunya (1950) “ Dianetics: The Modern Science of Mental Health, Hubbard mendiskripsikan teknik-teknik yang dia sarankan dapat menyembuhkan individu-individu dari rasa takut dan kesakitan psychosomatic (Sakit Jiwa). 

Dalam hubungannya dengan agama kita mengetahui begitu banyak orang-orang yang menderita sakit jiwa dalam artian mengalami kegelisahan mendalam yang bisa berlangsung tahunan hanya untuk mencari hakiki hidup dari hidup ini. Banyak orang yang setelah mendapatkan pencerahan di bidang religi merasakan bahwa jiwanya mulai tenang dan sakit yang selama ini dialami sebagai beban mencari pencerahan akhirnya tersembuhkan. Sebelum mendapat pencerahan banyak cara dilakukan oleh masing-masing individu. Dari mulai menyiksa diri (membuat tubuh menderita) seperti si Dharta Gautama yang sebelum mendapat pencerahan harus tidak makan berhari-hari (puasa ekstrim) meski hal ini tidak diteruskan karena tak membawanya mendekati kebijaksanaan atau dilakukan dengan cara sering memikirkan hakekat hidup di tempat-tempat yang sepi seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. 

Jika “Reactive Mind” dalam Dianetics disebut sebagai tempat berkumpulnya pengalaman atau memory negatif, maka sebenarnya pengalaman yang positif pun juga berada disana. Sebagai tempat dimana alam bawah sadar terdapat, apakah ilmu religi yang merupakan dasar keimanan dari para agamawan yang pandai agama bermukim disini juga?. Kita semua menyadari bahwa mungkin baru beberapa persen saja hakikat tentang agama khususnya Tuhan yang baru diketahui dalam alam “Analytical Mind” dan selebihnya berada dalam alam “Reactive Mind”.

Sebuah pertanyaan lain yang mendasar adalah apakah yang ada dipikiran kita dan jiwa kita sesuai dengan yang ada di ruh kita. Dalam artian ketika kita mati dan ruh kita keluar dari jasad kita masihkah kita bisa berfikir sedangkan tempat berfikir adalah otak?. Dan apakah pengetahuan ini akan turut terbawa ketika ruh kita tidak menyatu lagi dengan tubuh?.

Di agama Abrahamik mengatakan bahwa kita di akhirat (surga/neraka) berjasad bukannya tak berjasad seperti halnya para malaikat. Hal ini bisa kita jadikan pemikiran bahwa religiusitas memerlukan tempatnya yang berupa jasad tubuh. Hal ini bisa kita amati di dunia bahwa orang-orang yang melarat atau fakir miskin dan orang kaya bisa mengalami kekufuran dan kekufuran condong ke kafiran. 

Seseorang yang memiliki pengalaman pahit dan kegetiran hidup jika tidak mendapat pertolongan baik berupa medis serta ekonomi dan hal-hal yang bisa membahagiakan lainnya akan memandang hidup ini menyempit dan bisa menjadikan hati ini sadis dalam menyingkapi hidup ini. Dimana jalan hitam akan lebih mudah ditempuh yang pada akhirnya nilai-nilai ilahi akan dipinggirkan.

Dalam agama kewahyuan dimana percaya bahwa Tuhan memberikan wahyu kepada para utusan, maka wahyu tersebut tidaklah akan berubah meski si penerima mengalami transisi Jasmani dari A ke B. Karena Wahyu merupakan sisi ketiga dari sisi manusia (para nabi). Bahwa para nabi memiliki 3 sisi yaitu : Jiwa, Tubuh dan Wahyu. Dimana kemungkinan jika si A pindah ke si B wahyu dari A akan di inject ke B oleh Tuhan. Sedangkan manusia biasa hanya mempunyai 2 sisi yaitu jiwa dan tubuh.

Sedangkan agama yang dicari dengan cara pemikiran mendalam untuk mencari pencerahan tanpa mendapat wahyu langsung maka yang terjadi adalah seseorang akan mengalami pola pikir yang berbeda saat mengalami transisi jasmani dari A ke B karena menggunakan tubuh fisik yang berbeda dan mereka hanya memiliki 2 sisi yaitu : Jiwa dan Tubuh.

Jadi Dianetics dalam hubungannya dengan agama bisa kita asumsikan sebagai gerakan untuk membuat manusia lebih bahagia dengan cara merubah pikiran bawah sadar ke arah yang lebih baik dimana mental yang sehat akan membawa jiwa dan tubuh yang sehat. Hanya ini yang menjadi tujuan dari Dianetics. Dan kemungkinan mereka tidak memandang konsep Tuhan, Surga atau neraka sekalipun karena Dianetic lebih berfokus membuat hidup yang lebih bahagia tanpa memandang itu.

Sedangkan dalam Agama menganggap bahwa kebahagiaan itu sesuatu yang dituntunkan Tuhan untuk dunia agar bisa mencapai kebahagiaan untuk akhirat. Kebahagiaan dicapai di dunia jika manusia bisa melakukan kehendak Tuhan dengan baik dengan usaha. Jadi ada usaha ke arah religi bukan semata materi.