Sejarah Pemahaman Yesus Sebagai Anak Tuhan


Anggapan Yesus sebagai Tuhan dan benar-benar menganggapnya begitu, sesungguhnya, bagi para Kristen tradisional (Kristen pada masa awal) adalah sebuah ajaran yang sesat, itu adalah pernyataan non-Kristen. Pada Kekristenan awal,  ada 3 pemahaman berbeda yang diberikan pada sifat Yesus. Pemahaman itu yaitu :

  • Yesus adalah Tuhan, yang mendukung pemahaman ini adalah Docetism
  • Yesus adalah manusia sekaligus Tuhan secara bersamaan. Pernyataan ini didukung oleh Kristen Orthodox tradisional. Pernyataan ini dinyatakan dalam Konsili Chalcedon. Bahwa ada 2 sifat Yesus yaitu bersifat ilahi sekaligus manusia, dan kedua sifat ini ada di dalam diri Yesus. Tetapi kedua sifat ini tidak bercampur atau terpisah (bingung kan)
  • Yesus sebagai manusia biasa. Yesus adalah manusia biasa yang mempunyai hubungan spesial dengan Tuhan

Pada awal Kekristenan ada banyak grup yang merupakan Subordinationism, maksudnya mereka mengatakan bahwa Yesus derajadnya dibawah Tuhan, dan mereka tidak menempatkan pada derajad yang sama, dan salah satu grup Subordinationism yang menyatakan demikian adalah para Adoptionus. Mereka disebut Adoptionus karena mereka menganggap konsep "anak Tuhan". Bagi mereka itu artinya seperti anak yang diadopsi, bukan berarti anak kandung atau "anak" dalam artian harfiah, dimana konsep "anak Tuhan" hanya sebagai bahasa Metafora.

Jika kita lihat dalam Bible, seluruh Israel terlebih suku Eferiel, disebut sebagai anak-anak Tuhan. Hal ini bisa dibaca di Keluaran 4:22 dan Hosea 11:1-3, Yeremia31:9  dan 20. Raja tertentu juga dipanggil sebagai anak Tuhan, misalnya Daud dalam Mazmur 2:27 dan Solomo (Sulaiman) dalam 2 Samuel 7:13-14, para Malaikat juga disebut sebagai anak Tuhan dalam Ayub 1:6, setiap orang yang beriman dari Israel juga disebut sebagai anak Tuhan dalam Ulangan 14:1 dan juga setiap orang saleh.

Dalam Ecclesiasticus 4:10 atau disebut juga Kebijaksanaan Yesus bin Sirach dikatakan sebagai berikut : "Jadilah seperti ayah kepada anak yatim dan jadilah seperti suami kepada janda. Kemudian Tuhan akan memanggilmu sebagai anak-NYA, dan Dia akan menjadi pengampun padamu dan menjauhkanmu dari jurang" 

Kesalahan dalam penerjemahan sangat berpengaruh dalam pemahaman anak Tuhan ini. Misalnya harusnya ditulis dengan HURUF KECIL tetapi ditulis dengan HURUF BESAR . Tentang kesalahan penerjemahan bisa anda BACA DISINI

Konsep Kelahiran Perawan (Virgin of Birth) seperti yang dituliskan dalam Matius dan Lukas (baca selengkapnya disini), menurut orang Kristen adalah proses peranakan yang ilahi. Masalahnya adalah jika para umat Kristen berhenti sejenak dan memikirkannya, karena mereka berkata "kami percaya pada Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Roh Kudus", jika Yesus adalah Tuhan Anak, maka siapa Bapaknya?. Para Kristen pasti akan menjawab bahwa bapaknya adalah Tuhan Bapa. Tetapi menurut Matius dan Lukas, yang mendatangi Maria adalah Roh Kudus bukan Tuhan Bapa. Jadi siapa yang melakukan peranakan disini?. Itu salah satu yang harus dipertimbangkan.

Dalam Lukas pasal 3:22 yang merupakan kisah pembaptisan Yesus oleh Yohanes (dalam catatan kaki Bible The New Revised Standard Version), banyak para ahli jaman dahulu berbeda dalam pemahaman. Kalimat "Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, hari ini Aku memperanakkanmu" berarti sebagai waktu saat Yesus diadopsi pada saat dibaptis, dimana dalam pengertian ini, jika kamu baru diperanakkan ketika berumur sekitar 30 tahun, jelas sekali bahwa peranakan ini tidak boleh dimengerti secara harfiah atau secara fisik, ini hanya bahasa metafora.

Bagi kaum Kristen yang mungkin ragu tentang bunyi ayat aslinya dari Lukas, mereka dapat melihat dalam ayat lainnya dan menemukan kata yang sama. Dalam Ibrani 1:5, Ibrani 5:5, dalam referensinya kepada Yesus, kata yang digunakan adalah sama yaitu "Hari ini, Aku telah memperanakkanmu". Kita juga bisa menemukannya dalam Kisah Para Rasul 13:33, juga dalam Mazmur 2:7 dan diaplikasikan kepada Daud. Jadi bukan hanya Yesus yang disebut sebagai anak Tuhan. Jadi pernyataan Yesus sebagai anak Tuhan adalah kata metafora seperti didalam ayat pembaptisan dan adalah prinsip utama dari banyak sekte umat Kristen pada masa awal.

Sebuah grup Kristen yang sangat besar dari Palestina yaitu Ebionites, mereka ada pada saat masa 12 murid, mereka melarikan diri dari Palestina, pada saat Tentara Romawi menghancurkan kuilnya dan menyebar ke Siria, Yordania dan sebagainya. Grup ini tetap masih ada hingga sekitar abad ke-3, dan mereka mengatakan bahwa Yesus bukanlah Tuhan tetapi anak Tuhan dengan huruf "a" kecil, ini hanyalah metafora, sebagai penggambaran bahwa Yesus adalah seorang yang Saleh dan seorang nabi. Bukan artian secara fisik dan harfiah.

Rabi Gamaliel yang merupakan ketua Yahudi Great Sanhedrin yang memerintah secara sah gereja-gereja Yerusalem, dan Yakobus yang merupakan murid Yesus yang juga Yahudi, dan tidak mungkin ketua Yahudi Great Sanhedrin, yang memerintah gereja-gereja Kristen awal di Yerusalem yang terus menerus beribadah didalam kuil, yang secara autentik adalah Yahudi, dia tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa Yesus bersifat ilahi.

Konsep Trinitas dan Yesus yang bersifat ilahi ini banyak berkembang di daerah Eropa pada Kekristenan Pauline, sedangkan di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah lebih menggunakan konsep Adoptionus. Theodotus Gnostic pada abad ke-2 menyebarkan konsep adoptionus ini, Theodotus The Tanner selanjutnya pada abad ke-2 dan ajarannya berkembang menjadi Theodonism atau Dynamic Monarchianism yang bertahan hingga abad ke 3.

Oregon, Pendeta abad ketiga juga mengajarkan Kristologi Adoptionus, mengajarkan keesaan Tuhan dan unitarian. Dionisus, Uskup pada abad ketiga dan Alexandria juga mengajarkan bahwa Yesus adalah anak Tuhan yang diadopsi atau derajadnya dibawah Tuhan.

Paul Samosata, Uskup dari Antioch pada abad ketiga juga mengajarkan pesan ini. St. Lucian dari Antioch yang merupakan Theologian abad ketiga mengajarkan juga pesan ini. Yang tersebar di Afrika Utara dan Timur Tengah.

Aries yang merupakan Pendeta pada abad keempat dan penemu paham Arianisme yang berada di Mesir, Alexandria, dan gerakannya bertahan dengan baik hingga abad ketujuh di Afrika Utara dan Timur Tengah. Arianisme sebagai cabang dari Adoptionus, merupakan mayoritas umat Kristen pada abad keempat.

Masalah mulai terjadi ketika Paulus menjalankan Kekristenannya sendiri atau biasa disebut sebagai Paham Gereja Pauline yang merupakan paham utama di Eropa. Dimana dia mengajarkan kepada para Gentile (bukan Yahudi) di sebagian kecil Asia dan sebagian besar di Eropa. Perlu diingat lagi bahwa paham Adoptionus dianut sebagian besar Bangsa Yahudi ataupun Palestina dan sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara.

Ketika Bangsa Eropa ini mendengar kata Anak Tuhan maka pengartian mereka atau penafsiran mereka sudah lain dan berbeda dengan penafsiran Bangsa Yahudi atau penganut Adoptionus lainnya. Apalagi penerjemahan dari bahasa Yahudi, ke Yunani dan ke Latin (Eropa) banyak sekali menimbulkan kesalahan. Misalnya huruf Besar atau kecil yang tidak ada di Bahasa Yahudi (termasuk Arab), ketika dituliskan dalam tulisan bangsa Eropa membuat pengartian jadi melenceng (Silahkan baca paragraph sebelumnya mengenai huruf Besar atau Kecil).

Kaum Gentile (Non Yahudi) memaknai kelahiran Yesus lebih bersifat fisik layaknya hubungan suami istri, hal ini wajar karena ketika paulus mengajarkan ke bangsa Yunani atau Romawi, kedua bangsa ini identik dengan kisah kisah Setengah Dewa, atau Dewa yang berhubungan intim (seksual) dengan manusia dan melahirkan keturunan campuran layaknya Hercules.

Kita dapat melanjutkan dari Macedonius, Idius yang merupakan Uskup Antioch pada abad keempat. Nestorius, Uskup pada abad kelima dari Konstantinopel dan penemu Nestorianism, sebuah gerakan yang bertahan hingga abad kesembilan di Cina. Theodore Mopsuestia yang merupakan penjaga iman kanan di Gereja Persia, St. Chlotida yang merupakan putri Burgundi abad keenam, mereka semua Adoptionus.

Yang terjadi adalah bahwa paham Aries dan Arianism begitu populer dan berpotensi memecah belah Kekristenan. Dan pada saat itu Kerajaan Konstantin yang merupakan Kaisar Romawi mulai retak. Sehingga untuk menjaga keutuhan kerajaannya secara politik, Konstantin pada 313 Masehi menerbitkan Edict of Milan. Yang melegalkan Kekristenan untuk pertama kalinya di Kerajaan Romawi. Dimana hal itu sangat didukung oleh umat Kristen dan membantunya untuk menstabilkan tahtanya.

Tetapi masalah lainnya muncul, yaitu konflik di dalam Kekristenan itu sendiri tentang paham sifat Yesus, dimana hal ini mengancam koalisi Konstantin. Sehingga Konstantin mengadakan Konsili Nicea pada tahun 325 Masehi.. Dia memanggil para Uskup untuk menyelesaikan masalah tentang apa sifat Yesus. Tetapi banyak Uskup yang tidak datang. Karena tidak mau tunduk, dimana mereka yang pergi untuk membela paham Aries mendapat banyak tekanan.

Konstantin sebenarnya seorang Adoptionus, dia dibaptis oleh Eusebius dari Nicomedia dan dia merupakan seorang Arian. Tetapi seperti kita baca di paragraph sebelumnya bahwa pusat dari Adoptionus adalah Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara. Sehingga Konstantin mencari sekutu terdekat yang dekat rumahnya, dan yang terdekat adalah Keuskupan Romawi yang selanjutnya dikenal dengan Keuskupan Paus. Dan Keuskupan Romawi mengatakan bahwa Yesus adalah “manusia dan Tuhan” pada saat bersamaan. Jadi Konstantin menghianati keimanannya sendiri demi kekuatan politik. Akhirnya Konstantin berkoalisi dengan Keuskupan Roma dan dalam Konsili Nicea dinyatakan bahwa “Yesus dan Tuhan berasal dari Zat yang sama”. Jadi ini mulai memunculkan Trinitas. Tapi pada awalnya Konsili Nicea belum mengatakan apapun tentang Roh Kudus. Pada Konsili Konstantinopel yang kedua Tahun 381, “Credo Nicea” yang terkenal itu akhirnya diterbitkan dan didukung oleh kekuatan Kekaisaran Konstantin. 

Pada tahun 341 para Uskup yang lain berkumpul pada sebuah Konsili Antioch, dan mengatakan bahwa keputusan Konsili Nicea yang mengatakan “Tuhan dan Yesus berasal dari Zat yang sama” tidak disetujui. Ini menandakan bahwa hasil dari Konsili Nicea tidak populer. Pada tahun 357 para Uskup berkumpul lagi dalam Konsili Sirmium  dan memvoting Kredo yang menyatakan bahwa “Yesus dan Tuhan tidak berasal dari Zat yang sama”.

Para Adoptionus yang tidak setuju dengan Credo Nicea ini maka ketika Islam lahir, para Adoptionus ini dengan mudah menerima Islam sebagai gantinya. Pada abad ketujuh hampir semua Adoptionus menerima Islam.

By. Dr Jerald F. Dirks
Master of Divinity dari Harvard Divinity School, pernah dinobatkan sebagai Pendeta pada United Methodist Church dan berikutnya mendapat gelar master dan doktor dalam bidang psikologi.