Allah pernah menempatkan bangsa Israel
sebagai bangsa pilihan (pada jaman keemasannya). Karena dari bangsa Israel itulah banyak
nabi-nabi dilahirkan. Jadi bukan semua orang Israel adalah orang
pilihan. Karena banyak dari bangsa Israel yang menyembah pagan (bukan kualitas bangsa pilihan). Dan dari sekian nabi-nabi Israel hanya sedikit yang mempunyai
Mukjizat antara lain Musa dan Yesus.
Ketika orang-orang Israel memasuki bangsa
Mesir sebagai budak, mereka mendapati sebuah negara yang sangat maju
(super power) di masa itu. Hal ini sedikit banyak membuat mereka goncang
keimanannya, karena ternyata ada bangsa lain dengan agama berbeda lebih
maju dari Israel. Sehingga munculah pemikiran apakah agama mereka lebih
benar?.
Pemikiran ini telah meresap dalam
sanubari bangsa Israel, agama orang Mesir dan berhala mereka sangat
mengganggu pemikiran bangsa Israel. Sehingga ketika Musa membawa keluar
bangsa Israel dari mesir pemikiran itu masih mengendap. Dan sesuatu yang
tidak diinginkan pun terjadi. Bangsa Israel membuat patung anak sapi
emas dan menganggapnya sebagai Allah ketika Musa sedang pergi menghadap
Tuhannya.
Lalu seluruh
bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka
dan membawanya kepada Harun. Diterimanyalah itu dari tangan mereka,
dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu
tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”.Berfirmanlah
TUHAN kepada Musa: “Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin
keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Dan ketika ia dekat ke
perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari,
maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari
tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu. (Keluaran 32: 3,4,7,19).
Anak sapi emas merupakan tiruan dari
berhala-berhala mesir kuno yang bernama Hathor dan Aphis. Hathor dan
Aphis, dewa-dewa sapi betina dan jantan bangsa Mesir, merupakan
perlambang dari penyembahan matahari. Penyembahan mereka hanyalah satu
tahapan di dalam sejarah pemujaan matahari oleh bangsa Mesir. Anak sapi
emas di Gunung Sinai adalah bukti yang lebih dari cukup untuk
membuktikan bahwa pesta yang dilakukan berhubungan dengan penyembahan
matahari….(Richard Rives, Too Long in the Sun, Partakers Pub., 1996, hal. 130-31)
Praktek penyembahan berhala merupakan
doktrin ke-Tuhan-an yang bersifat materialistis. Dan konsep yang terjadi
pada bangsa Israel diatas bersumber dari ajaran Kabbalah. Kabbalah
merupakan sistem esoterik, dan berlandaskan pada praktik sihir dan
besifat materialistis. Anda bisa membaca selengkapnya tentang Kabbalah DISINI (KLIK)
Seperti kita ketahui, Ilmu sihir telah
dipraktikkan oleh bangsa Kanaan sebelum pendudukan Palestina oleh bani
Israel; Mesir, India, dan Yunani juga memiliki tukang tenung dan
peramal. Walaupun di dalam Hukum-Hukum Musa terkandung pelarangan atas
ilmu sihir, bangsa Yahudi, dengan mengesampingkan peringatan ini,
tertular dan mencampurkan tradisi suci yang mereka warisi dengan
pemikiran-pemikiran yang sebagian dipinjam dari bangsa lain dan sebagian
karangan mereka sendiri. Secara bersamaan, sisi spekulatif dari
Kabbalah Yahudi meminjam dari filsafat Persia Magi, Neo-Platonis, dan
Neo-Phytagorean. Maka, terdapat justifikasi bagi pendapat kelompok
anti-Kabbalah bahwa apa yang kita kenal sebagai Kabbalah saat ini
tidaklah murni asli dari Yahudi.(Nesta H. Webster, Secret Societies And Subversive Movements, Boswell Publishing Co., Ltd., London, 1924,-ditambah penekanan)
Pengalaman kabbalistik menimbulkan
beberapa pemahaman tentang Tuhan, yang kebanyakan menyimpang dari
pandangan ortodoks. Prinsip paling inti dari kepercayaan bani Israil
adalah persaksian bahwa “Tuhan kami satu”. Tetapi Kabbalah menyatakan
bahwa sementara Tuhan ada dalam bentuk tertinggi sebagai suatu keesaan
yang sepenuhnya tak terlukiskan — Kabbalah menamainya Ein Sof, yang tak
berhingga — singularitas yang tak terpahami ini perlu menjelma menjadi
banyak sekali bentuk ketuhanan: suatu pluralitas dari banyak Tuhan.
Inilah yang oleh para pengikut Kabbalah dinamai Sefiroth,
berbagai bejana atau wajah Tuhan. Para pengikut Kabbalah mencurahkan
banyak meditasi dan spekulasi kepada misteri bagaimana Tuhan turun dari
keesaan yang tak terpahami kepada pluralitas. Sudah tentu, citra Tuhan
berwajah banyak ini memberi ruang untuk tuduhan sebagai politeistik,
sebuah serangan yang dibantah para pengikut Kabbalah dengan penuh
semangat, walau tak pernah sepenuhnya berhasil. Tidak hanya Tuhan itu
plural dalam teosofi Kabbalistik, tetapi sejak pemunculan pertamanya
yang halus dari keesaan yang tak terpahami, Tuhan telah memiliki
dwibentuk sebagai Lelaki dan Perempuan; sebentuk Ayah dan Ibu
supernatural, Hokhmah dan Binah, merupakan bentuk-bentuk pemunculan
Tuhan yang pertama. Para pengikut Kabbalah menggunakan metafor seksual
yang terang-terangan untuk menjelaskan bagaimana persetubuhan dari
Hokhmah dan Binah menghasilkan ciptaan yang lebih jauh (Lance S.
Owens, Joseph Smith and Kabbalah: The Occult Connection, Dialogue: A
Journal of Mormon Thought, Vol. 27, No. 3, Fall 1994, hal. 117-194)
Citra Tuhan yang kompleks… juga
dilukiskan oleh Kabbalah memiliki sebuah bentuk yang uniter,
antropomorfik. Menurut sebuah resensi Kabbalistik, Tuhan adalah Adam
Kadmon: Manusia purba atau bentuk pola dasar pertama manusia. Manusia
berbagi dengan Tuhan, baik kilauan cahaya ketuhanan yang hakiki dan tak
diciptakan, juga bentuk yang organik dan kompleks. Persamaan aneh
tentang Adam sebagai Tuhan didukung oleh sebuah sandi Kabbalah: nilai
numeris dari nama Adam dan Jehovah dalam bahasa Ibrani (Tetragrammaton,
Yod he vav he) adalah sama-sama 45. Jadi, dalam penafsiran Kabbalah,
Jehovah sama dengan Adam: Adam adalah Tuhan. Dengan penegasan ini
datanglah pernyataan bahwa semua manusia dalam perwujudan tertinggi
menyerupai Tuhan (Lance S. Owens, Joseph Smith and Kabbalah: The
Occult Connection, Dialogue: A Journal of Mormon Thought, Vol. 27, No.
3, Fall 1994, hal. 117-194-ditambah penekanan).
Dari artikel diatas kita bisa mencerna
bahwa Kabbalah itu telah merasuk jauh kedalam orang Yahudi dan
mempengaruhi Taurat. Pengaruh Kabbalah ini termasuk ketika orang Yahudi
berusaha mempersepsikan Tuhan sebagai manusia. Itulah mengapa jika kita
baca PL akan kita dapati Tuhan dengan sifat kemanusiaannya. Ketika Musa
masih hidup tentu hal itu bisa dicegah. Tetapi setelah Musa meninggal
apa yang akan terjadi?. Bayangkan , jarak antara Musa dan Yesus itu
hampir 1.500 tahun. Dalam waktu yang selama itu tentu penyelewengan
Taurat sudah sedemikian parah. Kabbalah menganggap Adam adalah Tuhan
seperti halnya Kristen yang menganggap Yesus adalah Tuhan.
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Lihat, Aku mengangkat engkau SEBAGAI ALLAH* bagi Firaun, dan Harun, abangmu, akan menjadi nabimu.(Keluaran 7:1)
*Untuk memahami makna Musa sebagai ALLAH BACA DISINI
*Untuk memahami makna Musa sebagai ALLAH BACA DISINI
Ketika Yesus lahir, tujuannya adalah
untuk memperbaiki pemikiran orang Yahudi. Tetapi sekali lagi ajaran
Yesus yang penuh nilai ruhani tidak bisa dicerna oleh kaum Yahudi. Kaum
Yahudi selalu meminta tanda, misalnya meminta Yesus terbang, berjalan
diatas air dan sejenisnya.
Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” (Matius 14:28)
Dan dari semua permintaan Yahudi
sebagiannya sudah dilakukan. Misalnya menyembuhkan orang buta,
menghidupkan orang mati, membuat burung dari tanah liat, menyembuhkan
orang sakit lepra dan sejenisnya. Tetapi kaum Yahudi tetap saja tidak
bisa mencerna ajaran Illahi Yesus dan terus meminta tanda. Jika Yesus
orang Jepang mungkin Yesus sudah melakukan Harakiri.
Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.(MATIUS 12:39-KLIK DISINI)
ARTIKEL TERKAIT