Sebelum artikel ini dibaca, dimohon bagi semua manusia termasuk umat muslim untuk memahami Kitab-nya dengan konteks. Maksudnya kita harus memahami Kitab dari segi waktu, apakah yang dijelaskan itu konteksnya waktu lampau, sekarang atau berhubungan antara waktu lampau dan sekarang. Dalam artikel ini mari kita mencoba memahami konteks perbudakan sebagai contoh.
Islam lahir ketika Perbudakan masih
berjalan. Kita yang hidup sekarang ini pasti akan memandang bahwa
perbudakan adalah hal yang keliru dan harus dihapuskan. Tetapi jika kita
hidup dijaman lampau dari jaman nabi Ibrahim, Romawi, Persia dll maka
perbudakan adalah keniscayaan. Perbudakan adalah hal yang memang ada.
Cuma yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa setiap budak
mempunyai hak-hak nya yang perlu dihormati. Kalau kita ibaratkan,
seorang budak itu seperti pemain bola yang bisa dijual dan dibeli.
Pemain bola yang sudah dijual bermain untuk pembeli baru, dan mereka
diberi balas jasa yang setimpal.
Tetapi yang terjadi di lapangan pada saat
itu banyak sekali budak yang disiasiakan dan tidak diakui haknya dan
dipakai sebagai sapi perahan, hal ini tentu salah. Sebenarnya kata
“Perbudakan” adalah kata turunan. Karena perbudakan adalah pelayan yang
secara hak tidak diakui. Mirip sekarang ini dimana pelayan (tenaga) bisa
diperdagangkan. Presiden dibayar karena tenaganya tetapi dihargai
haknya. Sedangkan budak dipakai tenaganya tetapi tidak dihargai haknya.
Akan kita ambil contoh, misalnya dalam
Al-Quran. Banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang perbudakan.
Misalnya tentang keutamaan menikahi wanita budak daripada menikahi
wanita kafir. Atau keharusan membebaskan budak untuk menebus kesalahan.
Dari sini kita bisa memahami bahwa Islam
lahir menyesuaikan hukum yang sedang berlaku di dalam suatu masyarakat.
Jika ayat tentang perbudakan berlaku sepanjang hayat, tentu sekarang
tidak bisa dipakai, karena sekarang sudah tidak ada perbudakan. Inilah
yang perlu umat muslim perhatikan.
Al-Quran memang sempurna karena ayat2nya
yang memang luar biasa, tetapi selain itu sempurna disini maksudnya
sempurna secara pemikiran. Bahwa yang perlu kita pahami dari Al-Quran
adalah “Bagaimana Cara Berfikir Al-Quran”, bukannya bagaimana agar
ayat-ayat Al-Quran bisa digunakan dalam keseharian.
Jika kita memahami Al-Quran hanya dari
segi ayat yang diterapkan terhadap kehidupan sehari-hari maka yang
terjadi seperti yang kita lihat selama ini yaitu banyaknya aliran-aliran
Islam yang memilih tidak bersatu karena hanya fikih yang berbeda.
Tetapi jika kita memahami ayat sebagai
memahami “Cara Berfikir Al-Quran” maka tentu kita tidak terpecah belah
hanya karena fikih yang berbeda. Kita bisa mengambil contoh dari hadits
nabi. Nabi Muhammad dalam mengajar Islam pasti juga sesuai konteks,
dimana ada kemungkinan apa yang diajarkan nabi tidak sama pada orang
yang beda dan daerah yang beda.