Memahami Konsep Bid'ah

Apakah cara beribadah itu sama? Apakah Tuhan mengajarkan cara beribadah yang sama dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad?

Dalam pemahamanku sama. Mau bukti, anda bisa membacanya disini ,disitu tampak bahwa sejak jaman Musa sampai Yesus sebenarnya beribadah itu meliputi rukuk dan sujud, berarti dari Musa ke nabi sebelumnya juga sama.  Bahkan tanpa disadari pun banyak manusia meski tidak beragama Islam dia sujud ketika merasa bersyukur. 

Tetapi karena perjalanan waktu dimana kemungkinan manusia sudah banyak menyebar dan banyak muncul ajaran baru, maka generasi berikutnya menggunakan cara yang lain dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Maksudnya adalah bahwa secara fitrah, manusia akan menyembah kepada Tuhan dan mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tuhan disini adalah Tuhan dalam pemahaman mereka. 

Nah ketika Nabi-nabi dan wali-wali atau para ulama yang diutus Allah berusaha mengajak kembali kepada mereka agar melakukan cara beribadah yang sesuai ajaran, maka tentu tidak serta merta mereka meninggalkan ajaran yang lama. Karena secara psikologis hal ini sulit. Salah satu cara terbaik adalah memasukkan nafas Islam dalam peribadatan itu (ajaran lama). Disini Ibadah adalah HARDWARE dan SOFTWARE. Nah secara Hardware masih menggunakan cara lama tetapi Software nya adalah nafas Islam. Karena Software inilah yang paling utama karena terkait dengan PENYEMBAHAN (Baca Disini) Hal ini terjadi saat masa Wali Songo. Nah jadi para pemeluk Islam baru ini pada saat itu dan juga masih di masa kini  mencari jalan mendekatkan diri pada Tuhan dengan dua jalan sekaligus. Pertama dengan jalan Shalat dan kedua dengan jalan yang nenek moyang mereka lakukan tetapi dengan ajaran yang diubah ke Islam. Misalnya kalau di Jawa ada Tahlilan, Tumpengan, kendurian dan sejenisnya.

Nah para Muslim yang belakangan datang ke Indonesia lantas mencap mereka yang masih menjalankan adat istiadat sebagai bid'ah.

Bid’ah mengandung pengertian (berdasarkan pendapat mayoritas) sebagai ajaran yang tidak dilakukan oleh Rasul tetapi dilakukan oleh umat beliau. Nah berkenaan dengan Islam maka segala sesuatu yang tidak diajarkan (dilakukan) oleh Rasul Muhammad tetapi dikerjakan (dilakukan) oleh pengikutnya disebut sebagai Bid’ah. Tetapi bagaimana jika Ajaran Rasul tidak dikerjakan?. Apakah juga bisa disebut Bid’ah?

Nah segolongan umat Islam (anggap saja sebagai PIHAK PERTAMA) yang merasa dirinya lebih Islami membid’ah kan golongan lain (anggap saja PIHAK KEDUA) sebagai ahli Bid’ah karena melakukan yang tidak dilakukan oleh Rasul. Misalnya melakukan Sholawatan, Merayakan Ulang Tahun, Kendurian, Bermain Musik (Baca Disini) dan lainnya.

Yang jadi pertanyaan adalah, bagaimana posisi PIHAK PERTAMA tersebut?.

Ada dua aspek yang perlu dikaji dalam hal ini apakah klaim PIHAK PERTAMA itu benar benar sangat benar. Karena PIHAK PERTAMA mendasarkan pada anggapan bahwa harus melaksanakan sunah Rasul dan meninggalkan yang tidak dilakukan Rasul (disini titik beratnya adalah tidak dilakukan,   bukannya yang dilarang, sekali lagi "yang tidak dilakukan" tetapi "bukan yang dilarang"). Apakah kalau tidak dilakukan itu dilarang?.

Firman Allah :

“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah.” (QS An-Nisa [4]: 80)

“Dan apa yang Rasul berikan untuk mu, maka terimalah ia, dan apa yang ia larang bagimu, maka jauhilah.” (Qs. Al-Hasyr : 7).

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu.” (Qs. Al Ahzab : 21).


Pengujian Terhadap ayat - ayat diatas :


1. Hal yang tidak dilakukan Rasul

Sesuatu yang tidak (belum) dilakukan oleh Rasul belum tentu dilarang, kecuali ada catatan tegas yang melarangnya, misalkan pelarangan terhadap perjudian, mabuk, perzinaan, pencurian dan sejenisnya.

Oleh karena itu Sebagai PIHAK PERTAMA maka harus menghindari yang tidak dilakukan Rasul, misalnya :

- Rasul tidak memakai HP
- Rasul tidak menonton Televisi
- Rasul tidak naik Kendaraan (Motor, Mobil dan Pesawat)
- Rasul tidak memakai komputer
- Rasul tidak bersekolah di sekolah
- Rasul tidak memakai Helm
- Rasul tidak memakai sepatu sneaker
- Rasul tidak bermain sepakbola, Volley
- Dan lain sebagainya

Nah jika anda belum menghindari hal diatas apakah anda juga berlaku Bid’ah terhadap diri anda sendiri?


2. Hal yang dilakukan Rasul

Apakah semua yang mengaku atau mengklaim sebagai PIHAK PERTAMA sudah melakukan yang dilakukan Rasul?. Misalnya :

- Apakah cara duduk, cara berjalan, cara tidur, cara berpakaian sudah 100% sama dengan  yang dilakukan Rasul?
- Apakah anda hidup dengan menggembala kambing dan berdagang seperti Rasul?
- apakah anda makan bakso dengan 3 jari? (Rasul makan dengan 3 jari)
- Apakah rambut anda panjang sebahu berwarna kemerahan atau kepirangan sesuai riwayat (paling selama ini cuma brewok/jambang saja yang anda lakukan bahkan sampai gundul kepala)
- Apakah pakaian anda dari segi ukuran, warna dan bahan sudah sesuai dengan Rasul? (Paling selama ini hanya sebatas celana diatas mata kaki atau Cingkrang)
- Apakah bentuk bangunan rumah anda sesuai (mirip) dengan bangunan Rasul (baik dari segi ukuran, bahan, warna dan lainnya)?
- Rasul dikabarkan memakai onta saat mengelilingi Ka’bah saat thawaf (apakah anda memakai onta?)
- Rasul beristri lebih dari 4, apakah anda harus beristri lebih dari 4 (padahal dalam surah Annisa kita maksimal hanya boleh beristri 4 itupun syaratnya harus adil)
- Apakah anda sudah memiskinkan diri dalam arti hidup sederhana seperti Rasul? Klik Disini
 - dan lain sebagainya

Nah jika anda hanya bisa melakukan sebagian, maka anda juga bisa dianggap telah berlaku Bid’ah pada diri anda sendiri. Karena hanya melaksanakan yang menurut anda bisa dilakukan.

Lalu harus bagaimana?. Kalau menurut saya sih yang penting tidak melanggar kebenaran dari sisi agama. Misalnya tidak mengandung Syirik dan tidak mengandung dosa besar yang jelas disebutkan dalam Al-Quran.

Lalu apakah terus semua yang dianggap baik boleh dikerjakan?.Misalnya shalat sebanyak-banyaknya diluar ketentuan, misalnya tiap jam shalat.  Tentu tidak, semua sudah ada ukurannya.  Shalat pun sudah ada aturannya tentang kapan waktu shalat (shalat lima waktu).  Allah tidak menyukai perbuatan berlebihan. Sebagai halnya firman Allah :

.................... janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Al-An’am 6:141]


...................... janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Al-A’raf 7:31]


Misalnya saja , Nasi itu baik tetapi makan nasi berlebihan tidak baik, demikian juga gula. Dan keduanya meski makanan halal tapi jadi haram untuk penderita diabetes misalnya. Jadi kebaikan disini ada ukurannya. Dan ukurannya itu (untuk yang bersifat budaya) ada pada nilai norma budaya setempat.

Pisau itu bisa berguna dan bisa berbahaya tergantung yang memakainya. Demikian juga dengan api dan air...kadang berguna kadang bisa membinasakan.

Islam itu luas, jangan dibatasi. Sedangkan Tauhid itu terbatas (satu) jangan diperluas. Segala budaya tradisional yang baik yang tidak mengandung syirik dan dosa besar merupakan bagian dari kekayaan nilai Islam. Bahkan semisal tradisi dalam Tata Krama atau Unggah Ungguh dalam masyarakat Jawa itu pun sangat adiluhung yang mana sebenarnya sudah sesuai dengan ajaran Islam. Yang mungkin dalam budaya Arab yang asli sendiri tidak ada. Kita harus membedakan antara Budaya dan Religi. Harus bisa membedakan mana Islam dan mana Arab (BACA DISINI)