Kaum Abangan Dalam Perspektif sebuah Agama



Di Indonesia khususnya Jawa ada sebuah ungkapan yaitu Kaum Abangan. Dan ini biasanya lebih tertuju ke Islam. Ada Islam PUTIHAN (SANTRI) ada Islam ABANGAN. Entah siapa yang mula-mula punya pemikiran ini.

Kaum Abangan didefinisikan sebagai mereka yang mungkin belum beragama secara Syar’i. Mungkin secara akidah sudah benar tetapi secara Syar’i belumlah sempurna. Kalau istilah kasarnya itu Islam KTP begitu atau Islam diluar pakem, meski sebenarnya lebih luas lagi. Terkadang Islam yang berbau Adat semisal Islam Kejawen juga masuk dalam stereotip ini. Mungkin kalau jaman sekarang mereka kaum Wahabi Salafi dan sejenisnya lebih menganggap mereka sebagai kaum Putihan, dan yang lainnya yang mungkin beragama secara tradisional sebagai Abangan (menurut mereka)

Karena Islam Putihan itu dimaknai oleh mereka sebagai yang melaksanakan Islam secara murni. tak ada unsur Adat apalagi Syirik. Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan Rasul Muhammad dan menghindari yang tidak diperintahkan.

Kalau dalam beragama kita gambarkan seolah-olah sebuah Kasta maka Kasta tertinggi dari penganut agama adalah pemimpin agama. Kalau dalam Islam yaitu Nabi Muhammad, dalam Kristen yaitu Pendeta Kristen, dalam Budha yaitu Pendeta Budha dan dalam Hindhu yaitu Pendeta Hindhu.


1. ISLAM

Di ajaran Islam. Nabi adalah tauladan tertinggi yang mana semua pemeluk agama Islam ingin meniru cara hidup nabi. Dari semua ajaran Nabi menurutku ada 1 hal yang bisa dicontohkan untuk memahami mengenai Putihan atau Abangan, yaitu pernikahan nabi.

Di Al-Quran surah An nisa ayat 3 Maksimal kita hanya disuruh menikahi 4 orang dengan syarat harus adil. Tetapi dalam kenyataannya Nabi diperkirakan beristri sekitar 11 , jauh lebih sedikit dari istri para nabi lainnya yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Misalnya Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Al-Quran itu Firman Allah Tuhan satu-satunya. Tetapi nabi menikah lebih dari 4. Lalu apakah berarti sebuah pelanggaran?. Seolah-olah kita bisa berlaku lebih dari yang tertulis di Al-Quran selama maksudnya baik?.  Bukankah kita harus mencontoh Rasul?. Dari sini tampak bahwa secara keagamaan (Islam), ada beberapa hal yang mungkin tidak tepat bagi para pemeluknya untuk melaksanakannya atau meniru gaya hidup nabi. Silahkan anda baca artikel soal pemahaman Bid’ah BACA DISINI.

Secara Konteks, sebenarnya pernikahan nabi lebih banyak karena alasan politik dan juga alasan sosial, silahkan BACA DISINI. Nah jika anda ikut cara Nabi dalam hal menikah, kira-kira konteks nya apa ya?


Jadi sebenarnya tidak ada itu sebutan Putihan atau Abangan. Karena Allah hanya menilai dari tingkat ke-Takwa-an manusia (umat Islam), dan bicara tingkat ketakwaan, itu ibarat bicara soal tingkat kecerdasan, tingkat kekuatan, tingkat Psikologis dan sejenisnya.

Di aliran Syiah (Aliran yang menurut Sunni menyimpang), para penganut Syiah ini setiap hari Asyura selalu mencelakai diri mereka sebagai lambang meniru penderitaan Imam Husein. Tetapi jika kesakitan yang jadi tujuan sebagai tanda kesucian jiwa  tentu tidak seberapa (belum apa-apa) terhadap yang dirasakan Imam Husein, mereka mungkin harus memenggal kepala mereka (Maaf-red) seperti yang terjadi terhadap Imam Husein.

Tapi apa ini ya harus dilakukan?

2. KRISTEN (KATOLIK)

Di lingkungan Kristen Katolik maka kita semua sudah tahu bahwa pemimpinnya adalah Pastur atau Paus. Kita pasti sudah tahu bahwa mereka semua itu tidak menikah. Nah ada sebuah pertanyaan, jika Pastur atau Paus itu adalah gambaran sebuah ajaran Kristen Katolik yang paling suci, dan kunci untuk bisa masuk surga harus menjadi Pastur, maka tentu mereka adalah sebuah teladan nomor 1. Lalu, bukankah semua umat Katolik seharusnya menjadi Pastur agar bisa menjadi kunci surga dan disebut sudah beragama secara baik. Lalu jika semua pemeluk Katolik yang laki-laki mengikuti ajaran tersebut , bukankah umat Katolik akan MUSNAH?.

Jika hanya orang tertentu yang boleh menjadi Pastur lalu yang lain tidak boleh maka bukankah ini sebuah hal yang aneh. Berarti dalam beragama ada pengkastaan dong. Seharusnya semua umat Katolik menjadi Pastur jika ingin beragama yang terbaik. Nah kaum Putihan dalam pemahaman Katolik berarti adalah Pastur dan Kaum Abangan adalah mereka para pemeluk Katolik Bukan Pastur. Kalau kaum Abangan menjadi Putihan mungkin habis sudah umat Katolik, seperti yang sudah saya tulis di paragraph sebelumnya. Tapi kalau Yesus sendiri dicurigai Menikah (BACA DISINI),  mengapa mereka tidak menikah ya?. Karena kalau Yesus tidak mengajarkan menikah harusnya pemeluknya tidak menikah. Ini berbeda dengan Kristen Protestan pendetanya menikah.

Tapi jika Penyaliban adalah hal yang diperintahkan Yesus, dalam artian Yesus memang menghendaki disalib untuk menebus dosa manusia (doktrin Kristen), maka seharusnya para umat Kristen juga beribadah dengan Menyalib diri sehingga merasakan bagaimana disalib. Di beberapa Negara seperti Philipina ada itu beberapa orang yang menyalib diri saat hari raya Paskah. Coba kalau semua pemeluknya, apa ya mau mereka. Mungkin hanya beberapa. Tapi seharusnya ritual itu bagian dari peribadatan Kristen. Kalau tidak dilakukan berarti memang Yesus itu tidak disalib BACA DISINI  (tidak mengajarkan Penyaliban sebagai sebuah ibadah)!.


 3. BUDHA

Dalam agama Budha ajaran untuk menghilangkan nafsu adalah sangat penting. Boleh dibilang manusia harus tidak bernafsu. Mereka memiliki doktrin sebagai berikut :
  1. 4 Aturan Kebenaran
    1. Adanya kesengsaraan dan penderitaan hidup
    2. Kesengsaraan dan penderitaan disebabkan oleh nafsu
    3. kesengsaraan & penderitaan lenyap dengan menghilangkan nafsu
    4. Nafsu dihilangkan dengan mengikuti 8 jalur aturan
  2. 8 jalur Aturan
    1. Percaya yang benar
    2. Maksud yang benar
    3. Perkataan yang benar
    4. Perbuatan yang benar
    5. Kehidupan yang benar
    6. Usaha yang benar
    7. Ingatan yang benar
    8. Meditasi yang benar
Sebuah Kontradiksi :

Dalam 4 aturan kebenaran terdapat kontradiksi di dalamnya. Dikatakan bahwa kesengsaraan dan penderitaan dapat dihilangkan dengan menghilagkan nafsu. Untuk menghilangkan nafsu harus mengikuti 8 jalur aturan.

Jika anda ingin menjadi pengikut Budha maka pertama anda harus memiliki nafsu dulu untuk mengikuti 4 aturan kebenaran dan 8 jalur aturan. Disebutkan kesengsaraan dan penderitaan dapat hilang dengan melenyapkan nafsu. Sekali nafsu lenyap, bagaimana kita bisa mengikuti 8 jalur aturan. Jadi dibutuhkan nafsu untuk melaksanakan 8 jalur aturan.

Secara umum umat Budha perlu nafsu (misalnya nafsu sex yang dihindari para Bikhsu), ini terbukti jumlah pemeluk Budha banyak sekali meliputi China, Jepang dan Asia Tenggara. Dan para Bikhsu juga terlahir karena nafsu juga.

Jadi orang-orang yang belum bisa menghilangkan Nafsu itu berarti kaum Abangan dalam Agama Budha.





4. HINDHU

Seperti halnya 3 agama diatas, maka orang paling suci di agama Hindhu tentunya seorang Panditha. Lalu kalau tidak menjadi Pandhita apa tidak suci atau kalau tidak menjadi Pandita itu kurang Hindhu?. Kalau iya, maka umat Hindhu harus beramai-ramai menjadi Pandhita. Tetapi untuk menjadi Pandhita ada salah satu sayarat yaitu mampu melepaskan diri dari keterikatan duniawi,. Nah jika begitu maka semua umat Hindhu harus lepas dari keterikatan duniawi. Keterikatan ini hampir mirip dalam konsep Agama Budha diatas. Yaitu tentang Nafsu. Syarat lainnya yang agak berat yaitu “Mampu membaca kitab suci Veda sekaligus paham dan mengerti isinya”. Nah apakah semua umat Hindhu Mampu?. Jikalau yang dapat mencapai Nirwana adalah kaum Pandhita maka sia-sialah menjadi umat Hindhu tentunya. Jika seupama seorang Pandhita adalah kaum Putihan maka yang bukan Pandhita adalah kaum Abangan, karena tidak berhindhu secara baik.

 
KESIMPULAN :

Para pemimpin agama adalah contoh yang paling bagus untuk ditiru total sebagai tokoh paling suci. Tetapi jika ditiru total itu masuk logika tidak?. Kalau masuk logika tetapi anda tidak bisa menirunya bukan berarti anda berada di kasta agama yang lebih rendah. Kalau tidak masuk logika ya buat apa anda meniru! berati yang dilakukan Tokoh agama itu salah kan!. Kalau masuk logika tetapi anda gagal meniru 100% ya memang secara Pahala anda tidak mendapat pahala sebesar 100% tetapi bukan lantas anda dicap sebagai Abangan.

Slogan kaum Putihan dan Abangan tidak sesuai dengan fitrah manusia, karena tingkatan manusia itu berbeda-beda dari sisi kecerdasan, sisi kekuatan, sisi komunikasi, sisi kesosialan dan lain-lain. Dan hal itu juga berdampak terhadap sisi keagamaan. Tingkat manusia dalam memahami agama juga berbeda meski dalam satu agama. Belum lagi tingkat psikologis sangat berpengaruh dalam motivasi. beragama. Sifat malas malasan  misalnya, sangat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak faktor dimana manusia itu bisa beragama secara Kafah (sempurna) dan tidak Kafah karena hal-hal diatas. Banyak sekali. Sesuai firman Allah, Allah hanya melihat ketakwaan seseorang. Ketakwaan bukan dari sisi ahli agama, tetapi kalau dianalogikan, sebuah ketakwaan itu adalah suatu keadaan dimana saat anda tertekan atau tertindas anda tetap berada di Jalan-NYA. Dan hal ini tidak perlu menjadi pemimpin agama untuk menjalankannya, bahwa keadaan ini tidak pandang pilih jabatan atau status. Dan Jalan-NYA itu tentu jalan ajaran inti suatu agama.